Kompor matahari yang dikembangkan peneliti dari jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jatim, Dr. M. Nurhuda bisa menjadi energi baru sebagai alternatif pengganti Minyak Tanah (Mitan) yang harganya cukup mahal bahkan tidak jarang terjadi kelangkaan suplai.
Menurut Dr. M. Nurhuda, Minggu, berbeda dengan kompor konvensional, pemasak matahari tidak memerlukan bahan bakar sama sekali, bebas asap serta ramah lingkungan dan teknologi tersebut bisa dikembangkan dalam skala besar untuk membantu masyarakat kurang mampu yang akhir-akhir ini terlilit dengan harga BBM.
"Di negara-negara seperti India, Cina, dan negara-negara Afrika tengah serta Amerika Latin, pemasak matahari banyak digunakan oleh masyarakat di wilayah pedesaan dan terpencil dan kami berharap rekayasa teknologi murah dan simpel ini bisa dikembangkan untuk membantu masyarakat miskin," katanya di Malang.
Ia mengatakan, secara garis besar, ada dua jenis pemasak matahari , yakni tipe kotak (box) dan tipe parabola. Tipe kotak banyak dipergunakan di Amerika Latin dan tipe parabola banyak dikembangkan di Cina serta digunakan untuk memasak dalam jumlah besar.
Ia mengakui, tipe kotak sangat simpel dalam mengoperasikannya tetapi lambat sehingga dijuluki "very slow solar cooker" dan untuk memasak nasi yang menggunakan tipe tersebut diperlukan waktu setidaknya 3 sampai dengan 5 jam dan itu tidak praktis untuk sebagian besar masyarakat Indonesia.
Sedangkan kompor tipe parabola, katanya, secara umum memerlukan waktu lebih cepat, tetapi lebih ruwet cara mengoperasikannya. Pertama, posisi panci harus ditempatkan menggantung pada titik fokus parabola, kedua, parabola harus terus menghadap matahari agar setiap saat perlu penyesuaian arah parabola dapat memperoleh sinar pantul secara maksimum dan selalu pada titik fokus.
Selain itu, pemasak matahari tipe parabola pembuatannya membutuhkan banyak biaya. Sebagai contoh, kompor tipe parabola yang diproduksi Minto asal Madiun memerlukan banyak sekali cermin datar, kerangka parabola, solar tracking yang semuanya membutuhkan biaya besar atau sekitar Rp.1,5 juta per unit untuk pengadaan bahannya saja dan dijual seharga Rp3,5 juta per unit.
Jika teknologi kompor parabola tersebut diterapkan di lingkungan masyarakat miskin baik di kota, pedesaan maupun wilayah terpencil tentu tidak akan terjangkau sehingga perlu rekayasa teknologi yang lebih murah, praktis dan efesien.
Melihat kenyataan tersebut, maka pemasak matahari tipe kotak lebih efisien untuk diterapkan di kalangan masyarakat kurang mampu di Indonesia." Pada awalnya kami mencontoh saja desain yang banyak dijumpai di internet san ternyata pemasak matahari tersebut tidak dapat berfungsi, beras yang kami masak dari jam 9 pagi sampai dengan jam 3 sore tak juga matang," katanya.
Setelah mempelajari dengan serius sebab-sebab kenapa pemasak matahari tidak dapat berfungsi, katanya, akhirnya muncul ide untuk mengoptimalkan bentuk panci, kompor matahari tipe kotak yang dikembangkan tidak beda jauh dari kompor tipe kotak yang sudah ada, namun bila kaca penutup dibuka, panci untuk menanak nasi bentuknya lain dengan panci kebanyakan.
Intinya, bentuk panci harus bisa menyerap energi matahari sebesar-besarnya serta kontak antara panci dengan air dan beras harus diusahakan agar semaksimum mungkin, sehingga panas dari panci dapat tersalur ke air secara maksimal dan paling bagus dibuat dengan cara cor-logam.
Sistem pemasak tersebut telah diujicobakan dan berhasil menanak nasi dalam waktu antara 1- 2 jam, tergantung pada terik matahari. Pada hari terik, waktu memasak cuma 1 jam, tetapi ada mendung, bisa sampai 2 jam.
Cara pengoperasian pemasak matahari tipe kotak yang dikembangkan cukup praktis dan sederhana yakni dengan cara beras yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam panci berisi air kemudian panci dimasukkan ke dalam kotak, kotak ditutup kaca transparan, tunggu kira-kira 1- 2 jam, tergantung pada intensitas matahari, maka beras akan masak dengan sendirinya, tanpa perlu beras dibolak-balik.
Selain untuk memasak nasi, katanya, kompor matahari juga dapat digunakan untuk memasak air dan saat ini teko untuk kompor matahari masih dalam proses pembuatan termasuk penggorengan.
Ia mengatakan, dana untuk pembuatan alat pemasak dari tenaga matahari tersebut tidak banyak dan jika sudah tidak penelitian lagi atau sudah memasuki tahap produksi, apalagi produksi massal, harga per paket pemasak matahari, kami yakin tak lebih dari Rp. 300.000,- sebanding dengan harga sebuah kompor gas.
"Sejalan dengan semakin mahalnya BBM, kami berharap pemerintah mengambil alih desain yang kami kembangkan untuk disosialisasikan pada masyarakat, kami hanya ingin membantu masyarakat terutama yang kurang mampu agar mereka tidak lagi tergantung pada Mitan lagi," katanya menegaskan.
Spesifikasi kompor matahari yang dikembangkan adalah ukuran kotak 50 cm x 50 cm x 20 cm (tinggi), jumlah kaca reflektor sebanyak 3 biji, kaca samping luas 60 x 55 cm, kaca belakang 55x 55 cm (untuk reflektor paling bagus adalah aluminium foil yang dilapisi lapisan anti oksidasi (coating) seperti reflektor lampu mobil, landasan panci 45 x 45 cm, tinggi 10 cm dan bagian luar panci dicat hitam.
Dari hasil uji coba dihasilkan setiap 0,6 kg beras matang dalam waktu dua jam.
0 komentar:
Posting Komentar